Monday, April 5, 2010

" Berdzikir " - Bagian (2)


Judul Buku    : Sebening Mata Hati
Penulis Buku: Asfa Davy Bya (Pemimpin Redaksi Majalah Az-Zikra)
Penerbit          : Hikmah (PT. Mizan Publika)



“Menolak Bala dengan Zikir”
 
-    Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari berkata bahwa manakala zikir sudah tertanam dalam kalbu, jangankan ular, setan sekalipun jika ingin mendekat akan terlempar.
-    Persoalannya sekaran, parameter masyarakat telah berubah, kita jadi sering memvonis bala sebagai hukuman dan kenikmatan sebagai hadiah. Padahal Allah Swt. menetapkan cobaan kepada seseorang jika Dia melihatnya telah melakukan kemaksiatan agar dia mau kembali kepada-Nya dan bertambah dekat dengan-Nya hingga Dia mengampuni dosa-dosanya itu.
-    Mengingat Allah adalah satu-satunya senjata kita untuk melawan kekuatan setan. Kita tahu bahwa setan tak pernah tidur, mereka kuat, tapi Allah jauh lebih kuat.
-    Jangan biarkan tangan ini malas bersedekah tiap pagi karena sedekah merupakan penolak bala.

“Zikir Pembentuk Akhlak”
 
-    Mereka (baca: orang yang keliru) lupa bahwa tujuan utama dari semua ibadah (shalat, puasa, zikir, doa, zakat, haji, dan seterusnya) adalah membenahi akhlak. Kalau tidak, ibadahnya akan menjadi semacam latihan olahraga saja.
-    Beliau (baca: Rasulullah saw.) lalu menjelaskan, “Orang yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada Hari Kiamat dengan membawa shalat, puasa, dan zakatnya. Namun dia pernah mencela orang, mencaci orang, memakan harta orang, memukul dan menumpahkan darah orang. Maka dia pun harus memberikan pahala amal baiknya kepada orang-orang itu. Jika amal baiknya sudah habis sebelum dibayar semua, diambillah dosa mereka untuk diberikan kepadanya. Maka dia pun di lemparkan ke neraka,” (HR Muslim dan Tirmidzi).
-    Tetapi sayang, ramainya jamaah yang menghadiri majelis atau halaqah zikir masih belum diikuti dengan peningkatan kualitas akhlak mereka. Masih banyak di antara jamaah yang terjebak ke dalam jargon-jargon bahwa majelis zikir merupakan ajang pembersihan dosa.
-    Zikir bukanlah titik, melainkan koma. Tak boleh berhenti di situ. Karena kalau zikir dipahami sebagai titik, kita akan terjebak ke dalam ritual ibadah.
-    Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan manusia pada hari Kiamat daripada akhlak yang baik,” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

“Basahi Lidah dengan Berzikir”
 
-    “Di alam wujud ini yang ada hanyalah Allah dan perbuatan-perbuatan-Nya. Sementara itu, tidak akan bisa senantiasa zikir dan pikir kecuali dengan berpisah dari dunia berikut syahwat-syahwatnya dan mencukupkan diri dengannya sesuai dengan keperluan. Tetapi itu semua tidak akan tercapai kecuali dengan mengoptimalkan waktu-waktu malam dan siang dalam keadaan tugas-tugas zikir dan pikir.” (Imam Al-Ghazali)
-    Zikir adalah kunci pembuka pintu hati. Apabila pintu hati terbuka maka muncullah di dalamnya pemikiran kata-kata hikmah untuk membuka mata hati. Bila mata hati telah terbuka maka tampaklah sifat-sifat Allah dengan mata hati.
-    Dzikrullaah istu sendiri teebagi atas tiga bagian, yaitu pertama, zikir dengan lisan atau ucapan, kedua, zikir dengan hati atau kalbu, dan ketiga, zikir perilaku atau amal saleh.
-    Secara umum, zikir akan selalu melahirkan sifat al-muraaqabah (perasaan selalu diawasi oleh Allah) sehingga akan memasukkan perilakunya ke pintu al-ihsan.
-    Zikir juga akan melahirkan al-inabah (dorongan jiwa ingin selalu kembali kepada Allah) sehingga hanya Allah lah yang ditakuti dan tempat kembali serta berlindung.
-    Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya di dunia ada surga. Barang siapa tidak masuk ke dalam surga itu, maka tidak akan masuk ke dalam surga akhirat.” Ibnu Taimiyah ditanya, “Apakah yang dimaksud dengan surga dunia itu?” Beliau menjawab, “Majelis-Majelis Zikir.”

“Mulut yang Berzikir”
 
-    Allah hanya menciptakan satu mulut, disisi lain Dia menciptakan dua mata dan dua telinga pada diri setiap hamba-Nya. Itu tak lain agar kita lebih banyak mendengar dan melihat daripada berbicara.
-    Pezikir yang seperti ini (baca: yang menghitung pahala) masih terjebak ke dalam parameter fikih. Zikirnya dilakukan untuk mengejar pahala, bukan untuk mencari rahmat dan rida-Nya.
-    Padahal, Allah tidak pernah berdagang dengan kita. Bahkan, ibadah yang kita lakukan sepanjang usia kita sekalipun ak dapat membeli surga-Nya.
-    “Barang siapa yang menghirup racun sehingga mati, maka racun itu akan berada di tangannya lalu dihirup selama-lamanya di neraka Jahanam.” (HR Muttafaq alaihi)

“Telinga yang Berzikir”
 
-    Indra pendengaran adalah indra yang pertama dan kali terakhir berfungsi pada diri seorang hamba.
-    Bayangkan kalau kalimat thayyibah yang diperdengarkan kepada sang bayu, bukankah kita telah menanamkan akidah sejak dini kepada anak kita?
-    Rasulullah saw. bersabda, “ Setiap anak Adam itu ketika dilahirkan akan digerakkan oleh setan ketika dia sedang dilahirkan sehingga dia menangis dengan keras akibat gangguan tersebut, kecuali Maryam dan pitranya,” (HR Muttafaqalaihi)
-    Dia baru kehilangan pendengaran saat jiwa (nyawa) dicabut. Karena itulah Rasulullah saw. memerintahkan, “Diktekanlah orang yang mati di antara kalian semua dengan syahadat kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.”
-    Pembelajaran awal bagi setiap Muslim adlah ketika dia mendengar kumandang azan ayahnya di telinga, saat dia baru lahir.
-    Kata kunci dari proses pembelajaran itu sendiri adalah menyimak. Sebab menyimak adalah sebuah sikap, dan mendengar belum tentu menyimak.
-    Seseorang yang senantiasa mengingat Tuhannya tentu tidak akan menyia-nyiakan setiap inci anggota tubuhnya digunakan untuk hal-hal yang mendatangkan dosa dan bencana bagi dirinya. Dia adalah orang yang pandai menyembunyikan pendengaran tentang cacat dan aib orang lain.
-    Pribadi yang berzikir tentu memiliki telinga yang berzikir. Tetesan airmatanya mudah jatuh dan hatinya mudah tergetar ketika telinganya menangkap lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an dibacakan. Hatinya merindu, merindukan kalimat-kalimat zikir. Hatinya senantiasa berbisik kepada telinga agar ia hanya mau mendengar kalimat-kalimat Qur’ani semata.

No comments: